Usai peristiwa ledakan Bom di Boston, warga Muslim Amerika Serikat merasa khawatir bahwa mereka akan terkena dampak social dari kejadian tersebut. Hal tersebut tercermin dari banyaknya komentar di jejaring sosial seperti twitter beberapa hari ini.
"Komentar itu mencerminkan perasaan warga Muslim-Amerika bahwa, begitu ada serangan teroris, warga Muslim-Amerika akan dituduh," ungkap Haris Tarin yang mengepalai kelompok advokasi di Washington. Tarin menambahkan, banyak Muslim merasa diserang sebagai warga Amerika dan dikucilkan sebagai Muslim karena kecurigaan yang sering ditudingkan kepada mereka.
Juru bicara Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) Ibrahim Hooper mengungkapkan bahwa sudah banyak organisasi muslim yang mulai menerima 'pesan kebencian' terkait ledakan tersebut.Namun sebagian besar masih berupa kecaman semata, belum ada yang bernada serius.
"Anda tidak ingin menimbulkan kesan bahwa Anda lebih mempedulikan vandalisme di masjid atau sejenisnya, daripada serangan kekerasan yang merenggut sejumlah nyawa dan melukai banyak orang. Tapi dalam kasus semacam ini, selalu ada sesuatu di dalam pikiran kita, soal kemungkinan adanya reaksi keras. Kita hanya bisa menunggu perkembangan penyelidikan," katanya dilansir AFP, Rabu (17/4).
Namun masih banyak juga warga disana yang memberikan pesan perdamaian setelah serangan bom yang menewaskan tiga orang serta melukai sedikitnya 128 orang tersebut. "Kebencian tidak pernah bisa mengusir kebencian. Hanya cinta yang bisa melakukannya," begitu bunyi pesan di selembar kain besar yang dibawa warga yang berkumpul di Garvey Park, dekat rumah Martin Richard di Dorchester, Boston,. Martin adalah bocah 8 tahun yang menjadi korban dalam ledakan itu.